Filosofi Kurikulum dalam Pendidikan

Filosofi Kurikulum dalam Pendidikan
Disusun untuk memenuhi Mata Kuliah Manajemen Kurikulum dan Program Pendidikan dengan dosen pengampu Dra. Hj. Wiji Hidayati, M.Ag

Disusun oleh :
Andika Mukti                        NIM : 15490006       
Dedi Abdul Gofar                  NIM : 154900          
Prodi                                       : Manajemen Pendidikan Islam               
Semester                                 : IV









MANAJEMEN PENDIDKAN ISLAM
FAKULTAS ILMU TARBIYAH DAN KEGURUAN
UNIVERSITAS NEGERI SUNAN KALIJAGA YOGYAKARTA
2016/2017


KATA PENGANTAR


               Puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah memberikan segala rahmat-Nya sehingga makalah ini dapat tersusun hingga selesai .tak lupa shalawat serta salam semoga terlimpah curah kepada baginda alam, Nabi Muhammad SAW sang revolusiore sejati yang telah membawa kita dari zaman jahiliah ke zaman yang terang benderang an penuh keindahan ini. Makalah yang berjudulFilosofi Kurikulum dalam Pendidikan” ini merupakan tugas kelompok yang diberikan dalam bentuk pemenuhan pembelajaran oleh dosen pengampu Dra. Hj. Wiji Hidayati M.Ag oleh karena itu, makalah ini kami susun guna pemenuhan tugas mata kuliah Manajemen Kurikulum dan Program Pendidikan serta sebagai bahan belajar bagi kami khususnya serta umumnya bagi kita semua. Tidak lupa kami juga mengucapkan banyak terimakasih atas bantuan dari pihak-pihak yang telah berkontribusi dalam penyusunan makalah ini baik  bahan materi, susunan makalah serta berbagai hal lainnya hingga tersusunnya makalah ini.
               Harapan kami semoga makalah ini dapat menambah pengetahuan dan pengalaman bagi para pembaca.Kami menyadari bahwa penyusunan makalah ini jauh dari kata sempurna, karena mengingat pepatah Tiada rotan yang tak retak.Oleh karena itu kami berharap adanya kritik dan saran terhadap makalah ini.Karena keterbatasan pengetahuan, daya dan upaya guna kebaikan dalam penyusunan makalah-makalah selanjutnya.
                                                                                                                       Yogyakarta,      Maret 2017


                                                                                                            Penulis

                                                                                               





BAB I

PENDAHULUAN

A.    Latar Belakang Masalah

Kurikulum pada hakikatnya adalah alat untuk mencapai tujuan pendidikan, karena tujuan pendidikan sangat dipengaruhi oleh filsafat atau pandangan hidup suatu bangsa, maka tentu saja kurikulum yang dikembangkan juga untuk mencerminkan falsafah/pandangan hidup yang dianut oleh bangsa tersebut oleh karena itu terdapat hubungan yang sangat erat antara kurikulum pendidikan di suatu negara dengan filsafat negara yang dianutnya. Sebagai contoh, Indonesia pada masa penjajahan Belanda, kurikulum yang dianut pada masa itu sangat berorientasi pada kepentingan politik Belanda. Demikian pula pada saat negara kita dijajah Jepang, maka orientasi kurikulum berpindah yaitu disesuaikan dengan kepentingan dan sistem nilai yang dianut oleh negara Matahari Terbit itu. Setelah Indonesia mencapai kemerdekaannya, dan secara bulat dan utuh menggunakan pancasila sebagai dasar dan falsafah dalam berbangsa dan bernegara, maka kurikulum pendidikan pun disesuaikan dengan nilai-nilai pancasila itu sendiri.
Filsafat pendidikan berupaya mengkaji berbagai permasalahan yang dihadapai manusia,  termasuk masalah pendidikan. Pendidikan sebagai ilmu terapan, tentu saja memerlukan ilmu-ilmu lain sebagai penunjang, di antaranya filsafat. Filsafat pendidikan pada dasarnya adalah penerapan dan pemikiran-pemikiran filosofis untuk memecahkan masalah-masalah pendidikan. Filsafat pendidikan pada dasarnya adalah penerapan dari pemikiran-pemikiran filsafat untuk memecahkan permasalahn pendidikan. Dengan demikian tentu saja bahwa filsafat memiliki manfaat dan memberikan kontribusi yang besar terutama dalam memberikan kajian sistematis berkenaan dengan kepentingan pendidikan.
Disisi lain dalam kurikulum terdapat juga apek yang memang perlu untuk diperhatikan. Beberapa metode pengembangan kurikulum telah dijalani guna tercapainya kurikulum yang cocok untuk diterapkan dengan mempertimbangkan lokasi, sumber daya manusia  dan hal lainnya. Selain itu, kurikulum ini digunakan sebagai program jangka panjang sehingga dalam penyusunan pun perlu diperhatikan aspek yang mungkin dibutuhkan di masa yang akan dating.[1]

B.     Rumusan Masalah

a.       Apa yang dimaksud dengan filosofi kurikulum?
b.      Apa saja yang menjadi falsafah dalam pendidikan?
c.       Apa saja yang menjadi falsafah Negara pancasila sbagai dasar pendidikan national?
d.      Apa struktur kurikulum, beban belajar, evaluasi dan kalender pendidikan?
e.       Apa hubungan antara filsafat pendidikan, tujuan pendidikan dan kurikulum pendidikan?

C.    Tujuan Penulisan

a.       Memahami dan mengerti yang dimaksud dengan filosofi kurikulum
b.      Memahami dan mengerti yang menjadi falsafah dalam pendidikan
c.       Memahami dan mengerti  yang menjadi falsafah Negara pancasila sbagai dasar pendidikan nasional
d.      Memahami dan mengerti  struktur kurikulum, beban belajar, evaluasi dan kalender pendidikan
e.       Memahami dan mengerti hubungan antara filsafat pendidikan, tujuan pendidikan dan kurikulum pendidikan

D.    Manfaat Penulisan

Dalam penulisan makalah ini terdapat pemaparan terkait filosofi dari  kurikulum berkaitan dengan beberapa aliran yang dijadikan dalam pelaksanaan pendidikan itu sendiri. Selain itu, dalam makalah ini pun terdapat pemaparan tentang hubungan antara tujuan, falsafah,dan kurikulum pendidikan sehingga diharap mampu memahami hubungan ketiga komponen ini.

E.     Metode Penulisan

Studi pustaka, yakni penulis mencari sumber-sumber buku terkait dengan materi yang dibahas dalam makalah.



BAB II

PEMBAHASAN

A.    Pengertian Falsafah Kurikulum

Filsafat berasal dari bahasa Yunani kuno, yaitu “philos” dan “sophia”. Philos, artinya cinta yang mendalam, dan Sophia adalah kearifan atau kebijaksanaan. Dari arti harfiah ini, Filsafat diartikan sebagai cinta yang mendalam akan kearifan. Secara popular filsafat sering diartikan sebagai pandangan hidup suatu masyarakat atau pendirian hidup bagi individu. Henderson (1959) mengemukakan “popularly philosophy means one’s general view of live of men, of ideals, and of values, in the sense everyone has a philosophy of life”. Dengan demikian maka jelas setiap individu atau setiap kelompok masyarakat secara filosofis memiliki pandangan hidup yang mungkin berbeda sesuai dengan nilai-nilai yang dianggapnya baik.
Filsafat sebagai sebuah sistem nilai menjadi dasar yang menentukan tujuan pendidikan. Hal ini mengandung arti bahwa pandangan hidup atau sistem nilai yang dianggap baik dan dijadikan pedoman bagi masyarakat akan tercermin dalam tujuan pendidikan yang harus dicapai, karena kurikulum pada hakikatnya berfungsi untuk mempersiapkan anggota masyarakat yang dapat mempertahankan, mengembangkan diri dan dapat hidup dalam sistem nilai masyarakatnya sendiri.
Dalam pengembangan kurikulum, filsafat menjawab hal-hal mendasar bagi pengembangan kurikulum, antara lain: Ke mana anak didik akan dibawa? Masyarakat yang bagaimana yang akan dibentuk melalui pendidikan tersebut? Apa hakikat pengetahuan yang akan diajarkan kepada anak didik? Norma atau sistem yang bagaimana yang harus diwariskan kepada anak didik sebagai generasi penerus? Bagaimana proses pendidikan harus dijalankan?
Demikian mendasarnya pertanyaan-pertanyaan yang harus dijawab oleh filsafat. Dengan kedudukannya yang begitu mendasar, filsafat memiliki paling tidak empat fungsi, yaitu:
Filsafat dapat menentukan arah dan tujuan pendidikan;
·         Filsafat dapat menentukan isi atau materi pelajaran yang harusdiberikan sesuai dengan tujuan yang ingin dicapai;
·         Filsafat dapat menentukan strategi atau cara pencapaian tujuan;
·         Filsafat dapat menentukan tolak ukur keberhasilan proses pendidikan.
urutan yang bertanggung jawab dan saling berhubungan yang teratur.
Filsafat memegang peranan penting dalam penyusunan & pengembangan kurikulum. Sama halnya dalam Filsafat Pendidikan, dikenal ada beberapa aliran filsafat, diantaranya perenialisme, essensialisme, eksistesialisme, progresivisme, dan rekonstruktivisme.

B.     Falsafah Dalam Pendidikan

·         Aliran Perennialisme[2]
Alian ini bertujuan untuk mengembangkan intelektual anak melalui pengetahuan yang “abadi, universal dan absolut” atau “perennial” yang ditemukan dn diciptakan para pemikir unggul sepanjang masa, yang dihimpun dalam “the great books” atau “buku agung”. Kebenaran dalam buku itu bertahan teguh terhada segala perubahan zaman.
Kurikulum yang diinginkan oleh aliran ini adalah terdiri atas subject atau mata pelajaran yang terpisah sebagai disiplin ilmu dengan menolak penggabungan seperti IPA atau IPS. Hanya mata pelajaran yang sungguh mereka anggap dapat mengembangkan kemampuan intelektual seperti matematika, fisika, kimia, biologi yang di ajarkan, sedangkan yang berkenan dengan emosi dan jasmani seperti seni rupa, olahraga sebaiknya dikesampingkan. Kurikulum ini memberi persiapan yang sungguh-sungguh bagi studi di perguruan tinggi.[3]

·         Aliran Idealisme
Filsafat ini berpendapat bahwa kebenaran itu berasal dari “atas”, dari dunia supra natural dari Tuhan. Boleh dikatakan semua agama menganut filsafat idealisme ini, karena setiap agama pasti mempunyai Tuhan yang mereka sembah. Kebenaran dipercayai datangnya dari tuhan yang diterima melalui wahyu. Kebenaran ini , termasuk dogma dan norma-norma bersifat mutlak. Filsafat ini umumnya diterapkan di sekolah yang berorientasi religius. Semu siswa menghadiri khotbah dan membaca kitab suci. Biasanya disiplin pada penerapan ini bersifat ketat atau disiplinnya sangat tinggi, pelanggaran yang dilakukan atas siswa akan dihukum dengan hukuman yang setimpa atau bahkan bisa dikeluarkan dari sekolah. Pada penerapan ini, pendidikan intelektual juga diutamakan dengan menentukan standar mutu yang tinggi.[4]

·         Aliran realisme.
Aliran ini mencari kebenaran di dunia ini sendiri. Melalui pengamatan dan penelitian ilmiah dapat ditemukan hukum-hukum alam. Mutu kehidupan dapat ditingkatkan dengan kemajuan dalam ilmu pengetahuan dan teknologi. Tujuan hidup ialah memperbaiki kehidupan melalui penelitian ilmiah. Sekolah yang beraliran realisme akan mengedepankan pengetahuan yang sudah matang sebagai hasil dari penelitian ilmiah yang dituangkan secara sistematis dalam berbagai disiplin ilmu atau mata pelajaran. Disekolah akan disisipi materi atau teori-teori yang fundamental, kemudian praktik dan apliskainya. Karena mengutamakan pengetahuan yang esensial, mata pelajaran yang “ embel-embel” seperti keterampilan dan kesnian di anggap tidak perlu. Kurikulum  ini tidak memperhatikan minat anak, namun diharapakan agar menaruh minat terhadap pelajaran akademis.[5]
·         Aliran Pragmatisme
Aliran ini juga disebut aliran intrumentalisme yang berpendapat  bahwa kebenaran adalah buatan manusia berdasarkan pengalamnnya. Tidak ada kebenaran mutlak, kebenaran adalah tentatif dan dapat berubah. Yang baik, ialah yang berakibat baik bagi masyarakat. Tujuan hidup ialah mengabdi kepada maasyarakat dengan peningkatan kesejahteraan manusia. Pada aliran ini tugas guru bukan mengajar dalam arti menyampaikan pengetahuan, melainkan memberi kesempatan pada anak untuk melakukan berbagai kegiatan guna memecahkan masalah, atas dasar belajar itu hanya dapat dilakukan  oleh anak sendiri, bukan dipompakan kedalam otaknya . dalam perencanaan kurikulum, orang tua dan masyarakat sering dilibatkan agar dapat memadukan sumber-sumber pendidikan formal dengan kenyataan yang ada.



·         Aliran Eksistensialisme
Aliran ini mengutamakan individu sebagai faktor dalam menentukan apa yang baik dan benar. Norma-norma hidup berbeda secara individal dan ditentukan masing-masing scara bebas, namun dengan pertimbangan jangan menyinggung perasaan orang lain. Tujuan hidup adalah menyempurnakan diri, merealisasikan diri. Sekolah yang menerapkan eksistensialisme ini akan mendidik anak agar ia menentukan pilihan dan kepuutusan sendiri dengan menolak otortas orang lain. Ia harus bebas berpikir dan mengambil keputusan sendiri dan bertanggungjawab. Sekolah inimenolak segala kurikulum, pedoman, instruksi, buku wajib, dan lain-lain dari pihak luar. Anak harus mencari identiasnya sendiri, menentukan standarnya sendiri dan kurikulumnya sendriri. Dengan sendirinya mereka tidak dipersiapkan untuk menempuh ujian nasional. Dari segi mata pelajaran, mungkin ilmu-ilmu sosial yang paling menarik mereka. Pendidikan moral tidak diajarkan kepada mereka, juga tidak ditetapkan aturan-aturan yang harus mereka patuhi. Bimbingan yang di berikan sering bersifat non-directive, di mana guru banyak mendengarkan dan mengajukan pertanyaan tanpa mengingatkan apa yang harus dilakukan anak.[6]

C.    Falsafah Negara Pancasila sebagai Dasar Pendidikan Nasional

Filsafat Pendidikan di Indonesia
Tujuan pendidikan, yang ingin dicapai dengan pendidikan ditentukan oleh filsafat yang dianut oleh pemerintah, atau penguasa dalam suatu negara. Kalau pemerintahan bertukar, dengan sendirinya tujuan pendidikan pun akan berubah juga. Pemerintahan Belanda yang menguasai Indonesia tiga setengah abad menganut paham imperialisme dan kolonialisme yang bertujuan agar lebih lama dapat memperoleh keuntungan yang diperoleh dari tanah jajahannya dengan menghalangi, menghambat dan membatasi pendidikan bagi orang Indonesia. Kebanyakan anak tidak bisa melanjutkan sekolah nya karena hanya yang bisa berbahsa belanda saja yang bisa melanjutkan sekolahnya.
Kurikulum di sekolah yang berbahasa belanda sama dengan apa yang diterapkan di belanda sana. Untung masih bisa lolos beberapa anak dari Indonesia untuk mencapai pendidikan yang tinggi, antara lain Soekarno, Hatta dan lain-lain yang berhasil menghentikan penjajahan belanda di Indonesia ini.
Jepang kemudian menduduki negara kita dan segera menghapus segala sisa-sisa pendidikan yang berbau belanda. Bahasa jepang diajarkan disekolah-sekolah dan bahasa indonesia menjadi bahasa pengantar di semua tingkatan sekolah. Hormat terhadap kaisar jepang ditanamkan dalam upacara-upacara.[7]
Kemerdekaan Indonesia yang kita rebut dari tangan penjajah, merombak sistem pendidikan secara radikal dengan mendasarkannya atas filsafat bangsa kita, yaitu pancasila, undang-undang dasar 1945, dan garis-garis besar haluan negara.
Pancasila Sebagai Dasar Pendidikan
Pancasila yang kita akui dan terima sebagai filsafat dan pandangan hidup bangsa kita, yang dijadikan pedoman dalam kehidupan sehari-hari, dijadikan pula filsafat pendidikan kita.
Seperti dinyatakan dalam ketetapan MPR No. II/MPR/1968, pancasila adalah jiwa seluruh rakyat Indonesia dan negara kita. Di samping itu, bagi kita pancasila sekaligus menjadi tujuan hidup bangsa indonesia. Kesadaran dan cita-cita moral Pancasila sudah berurat dalam kebudayaan bangsa Indonesia, yang mengajarkan bahwa hidup manusia akan mencapai kebahagiaan, jika dapat dikembangkan keselarasan dan keseimbangan, baik dalam hidup manusia secara pribadi, dalam hubungan dengan alam, dalam hubungan manusia dengan tuhannya, maupun dalam mengajar kemajuaan lahiriah, dan kebahagiaan rohaniah.
Seperti kita ketahui pancasila terdiri atas :
1.      Ketuhanan yang maha esa
2.      Kemanusiaan yang adil dan beradab
3.      Persatuan Indonesia
4.      Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan perwakilan
5.      Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.
Dengan adanya kemerdekaan Indonesia, maka Pancasila itu bukanlah lahir, atauu baru dijelmakan, tetapi sebenarnya dengan adanya kemerdekaan bangsa dan negara Indonesia, Pancasila itu bangkit kembali. Oleh sebab pancasila diakui sebagai pandangan hidup bangsa, maka sudah seharusnya prinsip-prinsip itu disampaikan kepada generasi muda melalui pendidikan dan pengajaran.[8]
Tujuan Pendidikan di Indonesia.
Dalam Tap. MPR No.II /MPR/ 1988 tentang GBHN tercantum : Pendidikan nasional berdasarkan pancasila bertujuan untuk meningkatkan kualitas manusia Indonesia , yaitu manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berbudi pekerti luhur, berkepribadian, berdisiplin, bekerja keras, bertanggung jawab, mandiri, cerdas, dan terampil serta sehat jasmani dan rohani.
Dengan demikian pendidikan nasional akan mampu menghasilkan atau mewujudkan manusia-manusia pembangunan yang dapat membangun diri sendiri serta bersama-sama bertanggung jawab atas pembangunan bangsa.
Dalam Undang-undang No. 2 Tahun 1989 Tentang Sistem Pendidikan Nasional ( pasal 4 ), tertera : Pendidikan nasional bertujuan mencerdaskan kehidupan bangsa dan membangun manusia Indonesia seutuhnya, yaitu manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa dan yang berbudi luhur, memiliki pengetahuan dan keterampilan, kesehatan rohani dan jasmani, berkepribadian yang mantap dan mandiri serta tanggung jawab kemasyarakatan dan kebangsaan.[9]

D.    Tujuan Kurikulum Pendidikan

Pentingnya filsafat bagi pendidikan nyata bila kita ketahui bersar manfaatnya bagi kurikulum, yakni :
1.      Filsafat pendidikan menentukan arah ke mana anak-anak harus dibimbng, jadi filsafat menentukan tujuan pendidikan.
2.      Dengan adanya tujian pendidikan ada gambaran yang jeelas tentang hasil pendidikan yang harus di capai, manusia mana yang harus dibentuk.
3.      Filsafat memberi kebulatan kepada usaha pendidikan, sehingga tidak lepas-lepas. Dengan demikian terdapat kontinuitas dalam perkembangan anak.
4.      Tujuan pendidikan memberi petunjuk apa yang harus di nilai dan hingga mana tujuan itu telah tercapai.
5.      Tujuan pendidikan  memberi motivasidalam proses belajar mengajar, bila jelas diketahui apa yang di ingin dicapai.[10]
Dalam perumusan tujuan yang sering menjadi acuan adalah salah satu tokoh yang bernama Benjamin Bloom. Tujuan pendidikan dibagi menjadi :
ü  Tujuan Kognitif
Ranah kognitif domain meliputi segi intelektual dan pross kognitif, yakni:
-          Mengetahui, yakni mempelajari dan mengingat fakta, kata, peristiwa dll
-          Memahami, yakni mampu menafsirkan suatu keadaan dalam bentuk kata yang memberikan pemahaman untuk dirinya maupun orang lain
-          Menerapkan, yaitu menggunakan apa yang dipalajari dalam situasi baru, mentransfer
-          Menganalisa, yaitu menguraikan secara keseluruhan dalam bagian-bagian untk melihat hakikat tertentu
-          Mensintesis, yaitu menggabungkan bagian dan secara kreatif membentuk sesuatu yang baru.
ü  Tujuan Afektif
Ranah afektif domain berkenaan dengankesadaran akan sesuatu, perasaan, dan penilaian tentang sesuatu.
-          Memperhatikan, menunjukkan minat, sadar akan adanya suatu gejala dan situasi
-          Merespons atau memberikan reaksi terhadap gejala, situasi atau kegiatan itu sambil merasa kepuasan
-          Menghargai, menerima suatu nilai, mengutamakannya, bahkan menaruh komitmen terhadap nilai itu
-          Mengorganisasi nilaidengan mengkonsepsualisasi dan mensistemasikanya dalam pikirannya
-          Mengkarakterisasi nilai-nilai, menginternalisainya, menjadikan bagian dari pribadinya dan menerimanya sebagai falsafah
ü  Tujuan Psikomotorik
Ranah psikomotorik domainmeliputi tingkatan kegiatan yang berikut:
-          Melakukan gerakan fisik
-          Memperlihatkan kemampuan fisik
-          Melakukan gerakan terampil,dll
Dengan adanya tujuan pendidikan tersebut maka perlu adanya kurikulum dalam proses pencapaiannya.Fungsi kurikulum bagi sekolah adalah sebagai cara mencapai tujuan. Fungsi ini masing-masing memiliki kebermanfaatan bagi yang bersangkutan. Bagi sekolah, kurikulum sebagai alat untuk mencapai tujuan kompetensi dari siswa. Bagi anak didik, kurikulum yang tersusun sebagai pembelajaran nagi individu peserta. Artinya peserta didik mendapatkan pengetahuan baru dan pengalaman baru dan dikembangkan sendiri.kurikulum bagi pendidik, sebagai pedoman dalam menyusun dan mengorganisir pengalaman belajar para peserta didik. Bagi kepala sekolah, sebagai pedoman dalam memperbaiki situasi dan kondisi belajar yang lebih baik.[11]

E.     Hubungan Filsafat, Tujuan dan Kurikulum Pendidikan

Dr. S. Nasution di dalam menjawab “apakah guna filsafat pendidikan” maka didalamnya terkandung pula hubungan fungsional antara ketiganya:
1.      Filsafat pendidikan menentukan arah kemana anak-anak harus dibawa. Sekolah ialah suatu lembaga yang didirikan masyarakat untuk mendidik anak kea rah yang dicita-citakan oleh masyarakat itu.
2.      Dengan adanya tujuan pendidikan kita mendapat gambaran yang jelas tentang hasil yang harus kita capai individu yang bagaimanakah yang harus kita hasilkan dengan usaha pendidikan kita.
3.      Filsafat dan tujuan pendidikna menentukan cara dan proses untuk mencapai tujuan itu.
4.      Filsafat dan tujuan pendidikan member kesatuan yang bulat kepada segala usaha pendidikan. Segala usaha kita tidak terlepas-lepas, melainkan saling berhubungan sehingga terdapat suatu kontinita dalam perkembangan dan kemajuan anak[12]
Dr. Winarno Surachmad menerangkan hubungan ketiganya sebagai berikut:”Tujuan pendidikan di dalam suatu Negara harus pada asas dan falsafah Negara. Setelah hal yang bersifat khusus dihadapi oleh pendidik tertentu harus ditempatkan dalam garis yang umum itu. Untuk memberikan petunjuk yang lebih khusus tentang pengarahan tujuan itu, maka berdasarkan kurikulum[13]

F.Pengertian Sruktur Kurikulum

Struktur kurikulum merupakan konseptualisasi konten kurikulum dalam bentuk mata pelajaran, posisi mata pelajaran dalam kurikulum, distribusi mata pelajaran dalam semester atau tahun, beban belajar untuk mata pelajaran dan beban belajar per minggu untuk setiap peserta didik.
Struktur kurikulum juga merupakan pola dan susunan mata pelajaran yang harus ditempuh oleh peserta didik dalam kegiatan pembelajaran kedalam mauatan kurikulum setiap mata pelajaran pada setiap tahun pendidikan dituangkan dalam kompetensi yang harus dikuasai peserta didik sesuai dengan beban belajar yang tercantum dalam struktur kurikulum[14]. Struktur kurikulum merupakan pola dan susunan mata pelajaran yang harus ditempuh oleh peserta didik dalam kegiatan pelayanan kedalam muatan kurikulum pada setiap mata pelajaran dituangkan dalam kompetensi kompetensi yang dimaksud, terdiri atas standar Kompetensi, kompetensi dan kompetensi dasar yang dikembangkan berdasarkan standar kompetensi lulusan yang harus dikuasai peserta didik sesuai dengan beban belajar yang tercantum dalam struktur kurikulum.[15]
Struktu kurikulum juga merupakan aplikasi konsep pengorganisasian konten dalam sistem belajar dan pengorganisasian beban belajar dalam sistem pembelajaran. Pengorganisasian konten dalam sistem belajar yang digunakan untuk kurikulum 2013 adalah sistem semester sedangkan pengorganisasian beban belajar dalam sistem pembelajaran berdasarkan jam pelajaran per semester.
Struktur kurikulum juga dapat digambarankan sebagai penerapan prinsip kurikulum mengenai posisi seorang peserta didik dalam menyelesaikan pembelajaran di suatu satuan atau jenjang pendidikan. Dalam struktur kurikulum menggambarkan ide kurikulum mengenai posisi belajar seorang peserta didik yaitu apakah mereka harus menyelesaikan seluruh mata pelajaran yang tercantum dalam struktur ataukah kurikulum memberi kesempatan kepada peserta didik untuk menentukan berbagai pilihan. Struktur kurikulum terdiri atas sejumlah mata pelajaran, dan beban belajar.
1.      Kompetensi Inti Kurikulum
Sejalan dengan filosofi progresivisme dalam pendidikan, Kompetensi Inti ibaratnya adalah anak tangga yang harus ditapaki peserta didik untuk sampai pada kompetensi lulusan jenjang Madrasah Ibtidaiyah sampai pada jenjang Madrasah Aliyah. Kompetensi Inti (KI) meningkat seiring dengan meningkatnya usia peserta didik yang dinyatakan dengan meningkatnya kelas. Melalui Kompetensi Inti, integrasi vertikal berbagai kompetensi dasar (KD) pada kelas yang berbeda dapat dijaga.
Sebagai anak tangga menuju ke kompetensi lulusan multidimensi, Kompetensi Inti juga memiliki multidimensi. Untuk kemudahan operasionalnya, kompetensi lulusan pada ranah sikap dipecah menjadi dua. Pertama, sikap spiritual yang terkait dengan tujuan pendidikan nasional membentuk peserta didik yang beriman dan bertakwa. Kedua, sikap sosial yang terkait dengan tujuan pendidikan nasional membentuk peserta didik yang berakhlak mulia, mandiri, demokratis, dan bertanggung jawab.
Kompetensi Inti bukan untuk diajarkan melainkan untuk dibentuk melalui pembelajaran berbagai kompetensi dasar dari sejumlah mata pelajaran yang relevan. Dalam hal ini mata pelajaran diposisikan sebagai sumber kompetensi. Apapun yang diajarkan pada mata pelajaran tertentu pada suatu jenjang kelas tertentu hasil akhirnya adalah Kompetensi Inti yang harus dimiliki oleh peserta didik pada jenjang kelas tersebut. Tiap mata pelajaran harus mengacu pada Kompetensi Inti yang telah dirumuskan. Karena itu, semua mata pelajaran yang diajarkan dan dipelajari pada kelas tersebut harus berkontribusi terhadap pembentukan Kompetensi Inti.
Dalam konteks ini, kompetensi inti adalah bebas dari mata pelajaran karena tidak mewakili mata pelajaran tertentu. Kompetensi Inti menyatakan kebutuhan kompetensi peserta didik, sedangkan mata pelajaran adalah pasokan kompetensi. Dengan demikian, kompetensi inti berfungsi sebagai unsur pengorganisasi (organising element) kompetensi dasar. Sebagai unsur pengorganisasi, Kompetensi Inti merupakan pengikat untuk organisasi vertikal dan organisasi horizontal kompetensi dasar.
Rumusan Kompetensi Inti dalam buku ini menggunakan notasi: 1) KI-1 untuk Kompetensi Inti sikap spiritual, 2) KI-2 untuk Kompetensi Inti sikap sosial, 3) KI-3 untuk Kompetensi Inti pengetahuan (pemahaman konsep), 4) KI-4 untuk kompetensi inti keterampilan. Urutan tersebut mengacu pada urutan yang disebutkan dalam Undang-undang Sistem Pendidikan Nasional No. 20 Tahun 2003 yang menyatakan bahwa kompetensi terdiri dari kompetensi sikap, pengetahuan dan keterampilan.
Selanjutnya Standar Kompetensi Lulusan (SKL) yang telah dirumuskan untuk jenjang satuan pendidikan Madrasah Ibtidaiyah (MI), Madrasah Tsanawiyah (MTs) dan Madrasah Aliyah (MA) dan Madrasah Aliyah Kejuruan (MAK) dipergunakan untuk merumuskan kompetensi dasar (KD) yang diperlukan untuk mencapainya. Mengingat standar kompetensi lulusan harus dicapai pada akhir jenjang. Sebagai usaha untuk memudahkan operasional perumusan kompetensi dasar, diperlukan tujuan antara yang menyatakan capaian kompetensi pada tiap akhir jenjang kelas pada setiap jenjang Madrasah Ibtidaiyah (MI), Madrasah Tsanawiyah (MTs),Madrasah Aliyah (MA), dan Madrasah Aliyah Kejuruan (MAK). Capaian kompetensi pada tiap akhir jenjang kelas dari Kelas I sampai VI, Kelas VII sampai dengan IX, Kelas X sampai dengan Kelas XII disebut dengan Kompetensi Inti.
2.      Mata Pelajaran Madrasah
Kompetensi Dasar dibutuhkan untuk mendukung pencapaian kompetensi lulusan melalui Kompetensi Inti. Selain itu, Kompetensi Dasar diorganisir ke dalam berbagai mata pelajaran yang pada gilirannya berfungsi sebagai sumber kompetensi. Mata pelajaran yang dipergunakan sebagai sumber kompetensi tersebut harus mengacu pada ketentuan yang tercantum pada Undang-undang Sistem Pendidikan Nasional Nomor 20 Tahun 2003, khususnya ketentuan pada Pasal 37.
Selain jenis mata pelajaran yang diperlukan untuk membentuk kompetensi, juga diperlukan beban belajar per minggu dan per semester atau per tahun. Beban belajar ini kemudian didistribusikan ke berbagai mata pelajaran sesuai dengan tuntutan kompetensi yang diharapkan dapat dihasilkan oleh tiap mata pelajaran.

F.     Pengertian Beban Belajar

Beban belajar dalam sistem paket digunakan oleh tingkat satuan pendidikan. Jam pembelajaran untuk setiap mata pelajaran pada sistem paket dialokasikan sebagaimana tertera dalam struktur kurikulum. Pengaturan alokasi waktu untuk setiap mata pelajaran yang terdapat pada semester ganjil dan genap dalam satu tahun ajaran dapat dilakukan secara fleksibel dengan jumlah beban belajar yang tetap[16]. Beban belajar merupakan keseluruhan kegiatan yang harus diikuti peserta didik dalam satu minggu, satu semester, dan satu tahun pembelajaran. Sekolah merupakan bagian dari masyarakat yang memberikan pengalaman belajar terencana dimana peserta didik menerapkan apa yang dipelajari di sekolah ke masyarakat dan memanfaatkan masyarakat sebagai sumber belajar[17].
Selain itu, penambahan jam tersebut dimanfaatkan untuk mata pelajaran lain yang dianggap penting dan tidak terdapat di dalam struktur kurikulum yang tercantum di dalam Standar Isi. Alokasi waktu untuk penugasan terstruktur dan kegiatan mandiri tidak terstruktur dalam sistem paket sebesar 30% s.d. 60% dari waktu kegiatan tatap muka mata pelajaran yang bersangkutan. Penugasan struktur adalah kegiatan pembelajaran yang berupa pendalaman materi pembelajaran oleh peserta didik yang dirancang oleh pendidik untuk mencapai standar kompetensi. Waktu penyelesaian penugasan struktur ditentukan oleh pendidik. Adapun kegiatan mandiri tidak terstruktur adalah kegiatan pembelajaran yang berupa pendalaman materi pembelajaran oleh peserta didik yang dirancang oleh  pendidik untuk mencapai standar kompetensi. Waktu penyelesaiannya diatur sendiri oleh peserta didik.
Pemanfaatan alokasi waktu untuk penugasan terstruktur dan kegiatan mandiri tidak terstruktur tersebut mempertimbangkan potensi dan kebutuhan peserta didik dalam mencapai kompetensi. Adapun alokasi waktu untuk praktik, yaitu dua jam kegiatan praktik di sekolah setara dengan satu jam tatap muka. Empat jam praktik di luar sekolah setara dengan satu jam tatap muka. Kegiatan tatap muka adalah kegiatan pembelajaran yang berupa proses interaksi antara peserta didik dengan pendidik. Beban belajar kegiatan tatap muka per jam pembelajaran

G.    Pengertian Evaluasi Kurikulum

Banyak ahli yang menyumbangkan buah pikirannya tentang evaluasi kurikulum. Menurut Morirson, evaluasi adalah perbuatan pertimbangan berdasarkan seperangkat kriteria yang disepakati dan dapat dipertanggungjawabkan. Dalam buku The School Curriculum, evaluasi dinyatakan sebagai sesuatu proses pengumpulan dan analisis data secara sistematis yang bertujuan untuk membantu pendidikan memahami dan menilai suatu kurikulum, serta memperbaiki metode pendidikan. Evaluasi merupakan suatu kegiatan untuk mengetahui dan memutuskan apakah program tang telah ditentukan sesuai dengan tujuan semula.[18]
Rutman dan Mowbray (1983) mendefinisikan evaluasi sebagai penggunaan metode ilmiah untuk menilai implementasi dan outcomes suatu program yang berguna untuk proses membuat keputusan. Chelimsky (1989) mendefinisikan evaluasi sebagai metode penelitian yang sistematis untuk menilai rancangan, implementas, dan evektivitas suatu program. Dari definisi evaluasi di atas dapat ditarik kesimpulan bahwa evaluasi adalah penerapan prosedur ilmiah yang sistematis untuk menilai rancangan, implementasi, dan evektivitas suatu program.[19]
1.      Prinsip Evaluasi Kurikulum.
Prinsip-prinsip evaluasi kurikulum adalah sebagai berikut:
a.       Tujuan tertentu, artinya setiap program evaluasi kurikulum terarah dalam mencapa tujuan yang telah ditentukan secara jelas dan spesifik.
b.      Bersifat objektif, dalam arti berpijak pada keadaan yang sebenarnya, bersumber dari data yang nyata dan akurat, yang diperoleh melalui instrumen yang andal.
c.       Bersifat komperhensif, mencakup semua dimensi atau aspek yang terdapat dalam ruang lingkup kurikulum.
d.      Komperhensif dan bertanggung jawab dalam perencanaan. Pelaksanaan dan keberhasilansuatu program evaluasi kurikulum merupakan tanggung jawab bersama pihak-pihak yang terlibat dalam proses pendidikan seperti guru, kepala sekolah, orang tua, bahkan siswa itu sendiri, di samping merupakan lembaga penelitian dan pengembangan.
e.       Efisien, khususnya dalam penggunaan waktu, biaya, tenaga, dan eralatan yang digunakan sebagai unsur penunjang. Dengan harapan penggunaan waktu, biaya, tenaga yang sedikit tetapi mampu membuahkan hasil yang maksimal.
f.       Berkesinambungan. Hal ini diperlukan mengingat tuntutan dari dalam dan luar sistem sekolah, yang meminta diadakannya perbaikan kurikulum.
2.      Macam-macam model evaluasi kurikulum.
Model evaluasi kurikulum menurut Hamid Hasan pada dasarnya dapat dikelompokan pada evaluasi kuantitatif dan model kualitatif.[20]
a.       Model Kuantitatif
Model kuantitatif ditandai oleh ciri yang menonjol dalam penggunaan prosedur kuantitatif untuk mengumpulkan data sebagai konsekuensi penerapan paradigma positivistis. Diantara model yang masuk pada kategori kuantitatif adalah model yang dikembangan oleh Tyler, di mana valuasi yang dikemukakan dibangun atas dua dasar, yaitu: evaluasi yang ditujukan kepada tingkah laku peserta didik sebelum pelaksanaan kurikulum serta pada saat peserta didik telah melaksanaakan kurikulum, sehngga evaluasi difokuskan pada dimendi hasil belajar.
b.      Model Kualitatif
Model evaluasi kualitatiff berdasar pada filsafat fenomenologi dan pengembangan metodologi kualitatf dalam disiplin ilmu pendidikan. Adapun karakteristik model evaluasi kualitatif sebagai berikut :
Pertama, menggunakan metodologi kualitatif dalam pengumpulan data  evaluasi.
Kedua, selalu menempatkan proses pelaksanaan kurikulum sebagai fokus utama evaluasi.
Ketiga, data yang dikumpulkan terutama data kualitatif yang kayra dengan deskripsi dan dianggap lebih memberikan makna dibandingkan data kuantitatif yang kering, karena data kualitatif dianggap lebih dapat mengungkapkan apa yang terjadi di lapangan.
Keempat, model evaluasi kualitattif adalah pengakuan adanya kenyataan yang banyak ( multiple realities). Menurut pandangan kualitatif kanyataan bukan sesuatu yang dipersepsi oleh evaluator atau orang yang memberi tugas kepada evaluator atau kebenaran yang diakui oleh orang banyak. Oleh karena itu, persepsi orang-orang yang terlibat seperti peserta didik, guru, kepala sekolah dan sebagainya adalah kenyataan yang mewakili masing-masing individu.
Model evaluasi kualitatif terdri dari:
1)      Model studi kasus.
Model studi kasus memusatkan perhatiannya kepada kegiatan pengembangan kurikulum di satu satuan pendidikan. Dalam menggunakan model evaluasi studi kasus, tindakan pertama yang harus dilakukan adalah familiarisasi diri terhadap kurikulum yang dikaji. Teknik pengumpulan data yang dilanjutkan untuk digunakan adalah metode observasi.
2)      Model iluminatif.
Model ini mendasarkan dirinya pada paradigma antropologi sosial. Model iluminatif memberikan perhatian terhadap lingkungan luas dan bukan hanya kelas dimana suatu inovasi kurikulum dilaksanakan.
Prosedur evaluasi model ini menggunakan prosedur progressive focusting dengan langkah-langkah pokok: orientasi, pengamatan yang lebih terarah, analisis sebab akibat, bersifat kualitatif terbuka dan fleksibel eklektif, teknik evaluasi mencakup observasi, wawancara, angket, analisis dokumen dan bila perlu mencakup pula tes.
3)      Model Respondensif
Model respondensif dikembangkan oleh stake. Model ini merupakan pegembangan lebih lanjut dari model countenance-nya, meskipun dalam beberapa hal terdapat perbedaan yang prinsipil.

Menurut Nana Syaodih Sukmadinata ada tiga model evaluasi kurikulum yaitu : a) Evaluasi model penelitian ; b) Evaluasi model objektif; dan c) model campuran multivariasi.[21]
a.       Evaluasi model penelitian didasarkan pada teori dan metode tes psikologis dan eksperimen lapangan. Salah satu pendekatan yang menggunkan eksperimen lapangan adalah mengadakan perbandingan antara dua macam kelompok anak, yang menggunakan dua metode belajar yang berbeda. Rancangan penelitian lapangan ini membutuhkan persiapan yang sangat teliti dan rinci.
b.      Evaluasi model objektif.
Dalam model objektif, evaluasi merupakan bagian yang sangat penting dalam proses pengembangan kurikulum. Teori ini dinamakan teori fungsional. Kurikulum tidak dibandingkan dengan kurikulum lain tetapi diukur dengan perangkat objektif (tuujuan khusus). Keberhasilan diukur dari keberhasilan siswa akan tujuan tersebut. Evaluasi ini menggunakan teori instruksional. Ada beberapa persyaratan yang harus dipenuhi dalam evaluasi model objektif :
1)      Adanya kesepakatan tentang tujuan-tujuan kurikulum.
2)      Merumuskan tujuan-tujuan tersebut dalam perbuatan siswa.
3)      Menyusun materi kurikulum yang sesuai dengan tujuan tersebut
4)      Mengukur kesesuaian antara perilaku siswa dengan hasil yang diinginkan.
c.       Evaluasi model campuran multivariasi.
Evaluasi model perbandingan ( comporative approach ) dan model Tyler dan Bloom melahirkan evaluasi model campuran multivariasi, yaitu strategi evaluasi yang menyatukan unsur-unsur dari kedua pendekatan tersebut.
Langkah-langkah model multivarasi adalah sebagai berikut:
1.      Mencari sekolah yang berminat untuk dievaluasi/diteliti.
2.      Pellaksanaan program. Bila tidak ada pencampuran sekolah, tekanannya pada partisipasi yang optimal.
3.      Sementara tim menyusun tujjuan yang meliputi semua tujuan dari pengajaan.
4.      Bila semua informasi yang didapatkan telah terkumpul, maka mulailah pekerjaan komputer.
5.      Tipe analisis juga digunakan untuk mengukur pengaruh bersama dari beberapa variabel yang berbeda.[22]

H.    Kalender Pendidikan

Kalender pendidikan merupakan jadwal dalam satu tahun periode ajaran dalam dunia pendnikan. Kalender pendidikan ini merupakan hasil dari rundingan para pihak yang terkait mengenai kegiatan dalam satu tahun periode. Ketika adanya kalender pendidikan ini merupakan salah satu cara untuk landasan kegiatan, peningat bagi warga instansi. Satuan pendidikan asa dan menengah dapat menyusun kalender pendidikan sesuai dengan kebutuhan daerah, karakteristik sekolah, kebutuhan peserta didik dan masyaakat, dengan memerhatikan kalender pendidikan sebagaimana yang dimuat dalam Standae Isi[23].Kalender pendidikan/kalender akademik mencakup permulaan tahun ajaran, minggu efektif belajar, waktu pembelajaran efektif, dan hari libur[24].
Kalender ini sangatlah penting untuk ditetapkan. Selain secara nasional, kalender juga harus memua kegiatan dari masing-masing sekolah supaya lebih terstruktur. Kurikulum satuan pendidikan pada setiap jenis dan jenjang diselenggarakan dengan mengikuti kalender pendidikan pada setiap tahun ajaran. Kalender pendidikan adalah pengaturan waktu untuk kegiatan pembelajaran peserta didik selama satu tahun ajaran yang mencakup permulaan tahun pelajaran, minggu efektif belajar, waktu pembelajaran efektif dan hari libur.
Alokasi Waktu
Permulaan tahun pelajaran  adalah waktu dimulainya kegiatan pembelajaran pada awal tahun pelajaran pada setiap satuan pendidikan. Minggu efektif belajar adalah jumlah minggu kegiatan pembelajaran  untuk setiap tahun pelajaran pada setiap satuan pendidikan. Waktu pembelajaran efektif adalah jumlah jam pembelajaran setiap minggu, meliputi jumlah jam pembelajaran untuk seluruh matapelajaran termasuk muatan lokal, ditambah jumlah jam untuk kegiatan pengembangan diri.
Waktu libur adalah waktu yang ditetapkan untuk tidak diadakan kegiatan pembelajaran terjadwal pada satuan pendidikan yang dimaksud. Waktu libur dapat berbentuk jeda tengah semester, jeda antar semester, libur akhir tahun pelajaran, hari libur keagamaan, hari libur umum termasuk hari-hari besar nasional, dan hari libur khusus.


Tabel  Alokasi Waktu pada Kelender Pendidikan

No
Kegiatan
Alokasi Waktu
Keterangan
1.     
Minggu efektif  belajar
Minimum 34 minggu dan maksimum 38 minggu
Digunakan untuk kegiatan pembelajaran efektif pada setiap satuan pendidikan
2.     
Jeda tengah semester
Maksimum 2 minggu
Satu minggu setiap semester
3.     
Jeda antarsemester
Maksimum 2 minggu
Antara semester I dan II
Libur akhir tahun pelajaran
Maksimum 3 minggu
Digunakan untuk penyiapan kegiatan dan administrasi akhir dan awal tahun pelajaran
Hari libur keagamaan
 2 – 4 minggu
Daerah khusus yang memerlukan libur keagamaan lebih panjang dapat mengaturnya sendiri tanpa mengurangi jumlah minggu efektif belajar dan waktu pembelajaran efektif
Hari libur umum/nasional
Maksimum 2 minggu
Disesuaikan dengan Peraturan Pemerintah
Hari libur khusus
Maksimum 1 minggu
Untuk satuan pendidikan sesuai dengan ciri kekhususan masing-masing  
Kegiatan khusus sekolah/madrasah
Maksimum 3 minggu
Digunakan untuk kegiatan yang diprogramkan secara khusus oleh sekolah/madrasah tanpa mengurangi jumlah minggu efektif belajar dan waktu pembelajaran efektif

Penetapan Kalender Pendidikan
1. Permulaan tahun pelajaran adalah bulan Juli setiap tahun dan berakhir pada bulan Juni tahun berikutnya.
2.  Hari libur sekolah ditetapkan berdasarkan Keputusan Menteri Pendidikan Nasional, dan/atau Menteri Agama dalam hal yang terkait dengan hari raya keagamaan, Kepala Daerah tingkat Kabupaten/Kota, dan/atau organisasi penyelenggara pendidikan dapat menetapkan hari libur khusus.
3.  Pemerintah Pusat/Provinsi/Kabupaten/Kota dapat menetapkan hari libur serentak untuk satuan-satuan pendidikan
4. Kalender pendidikan untuk setiap satuan pendidikan disusun oleh masing-masing satuan pendidikan berdasarkan alokasi waktu sebagaimana tersebut pada dokumen Standar Isi ini dengan memperhatikan ketentuan dari pemerintah/pemerintah daerah.

BAB III

PENUTUP

A.    Kesimpulan

Kurikulum adalah landasan dalam menjalankan tujmuan pendidikan. Proses yang dilalui tentu dipertimbangkan melalui kurikulum sebagai dasar pijakan. Berbicara kurikulum tentu melibatkan pihak terkait baik pengajar, siswa, kepala sekolah bahkan orang tua. Kurikulum pada dasarnya membentuk karakter pada diri anak. Maka, filsafat berperan disini. Pendidikan didasari dari pemikiran filsafat dimana pendidikan itu suci.
Perlu disadari bahwa ketiga komponen ini sangat berkaitan antara filsafat, tujuan pendidikan, dan kurikulum pendidikan. Kurikulum di Indonesiapun tak terlepas dari Pancasila sebagai dasar Negara dan idelogi/landasan berpijak secara umum.

B.        Saran

Ketika memang sudah memahami kurikulum, tujuan, aspek yang perlu diperhatikan harus lebih cermat lagi dalam penentuan kurikulum. Kurikulum tak serta merta untuk saat ini namun untuk masa mendatang.




DAFTAR PUSTAKA


Beban Belajar. https://smadppekalongan.wordpress.com/kurikulum/beban-belajar-2/. Diakses pada tanggal 12 Maet 2017
Dr. S. Nasution, 1964,Asas-asas Kurikulum, Bandung,
Dr. Winarno Surachmad, 1965,Methodologi Pengajaran Nasional, Jakarta
AFarid Firmansah, Implementasi Kurikulum tingkat satuan pendidikan” Struktur dan Kendalanya, Tadris 2007
Muhaimin, Sutiah, Sugeng Listyo, Pengembangan Model Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) Pada Sekolah dan Madrasah (Jakarta Pt Raja Rosda Grafika 2008
Permendikbud No. 69 Tahun 2013 tentang Kerangka Dasar dan Struktur Kurikulum SMA-MA
PP No 19 tahun 015 tentang Standar Nasional Pendidikan
Prof. Dr. Oemar Hamalik. 2012. Manajemen Pengembangan Kurikulum. Bandung:       PT Remaja Rosakarya- 324 halaman
Prof. Dr. Oemar Hamalik. 2013. Dasar-Dasar Pengembangan Kurikulum. Bandung:       PT Remaja Rosakarya- 276 halaman
Sukiman. 2013. Pengembangan Kurikulum(Teori dan Praktik Pada Perguruan Tinggi). Yogyakarta: Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta
Wiji Hidayati. 2012. Pengembangan Kurikulum. Yogyakarta:PEDAGOGIA
Zaini, Muhammad. 2009. Pengembangan Kurikulum Konsep Implementasi Evalusai dan Inovasi. Yogyakarta. Sukses Offset





[1] Sukiman. 2013. Pengembangan Kurikulum(Teori dan Praktik Pada Perguruan Tinggi). Yogyakarta: Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta, hal 55
[2]Hamalik,Oemar. 2013. Dasar-Dasar Pengembangan Kurikulum. Bandung:       PT Remaja Rosakarya, hal 55
[3] Nasution s , Asas-asas kurikulm, ( Jakarta: Bumi Aksara, 1994) hlm 23
[4]Ibid, hlm 23
[5]Ibid, hlm24
[6]Ibid, hlm 26
[7]Ibid, hlm 29
[8]Ibid, hlm30
[9]Ibid, hlm 37
[10]Ibid, hlm 28
[11] Muhammad Zaini. 2009. Pengembangan Kurikulum Konsep Implementasi Evalusai dan Inovasi. Yogyakarta. Sukses Offset, hal 8-12
[12]S. Nasution, Asas-asas Kurikulum, Bandung, 1964, hal 15
[13] winarno Surachmad, Methodologi Pengajaran Nasional, Jakarta, 1965, hal 27
[14] Muhaimin, sutiah, sugeng listyo, pengembangan model kurikulum tingkat satuan pendidikan (KTSP) pada sekolah dan Madrasah (Jakarta Pt Raja Rosda Grafika 2008,228)
[15] Farid Firmansah, Implementasi Kurikulum tingkat satuan pendidikan” Struktur dan kendalanya, Tadris 2007, 140
[17] Permendikbud No. 69 Tahun 2013 tentang Kerangka Dasar dan Struktur Kurikulum SMA-MA
[18] Hidayati Wiji,2012. Pengembangan Kurikulum. Yogyakarta:PEDAGOGIA hlm  117
[19] Ibid, hlm 118
[20] Ibid, hlm 119
[21] Ibid, hlm 121
[22] Ibid, hlm 123
[23]Ibid, hal 179
[24] PP No 19 tahun 015 tentang Standar Nasional Pendidikan pasal 18 ayat 1

Komentar

  1. In this fashion my partner Wesley Virgin's autobiography begins with this shocking and controversial VIDEO.

    As a matter of fact, Wesley was in the military-and shortly after leaving-he discovered hidden, "mind control" tactics that the CIA and others used to obtain anything they want.

    These are the EXACT same methods tons of famous people (notably those who "became famous out of nowhere") and the greatest business people used to become wealthy and famous.

    You probably know how you only use 10% of your brain.

    Really, that's because the majority of your brainpower is UNCONSCIOUS.

    Perhaps this thought has even occurred INSIDE OF YOUR own brain... as it did in my good friend Wesley Virgin's brain about 7 years ago, while riding an unlicensed, beat-up trash bucket of a car with a suspended driver's license and $3.20 on his debit card.

    "I'm absolutely fed up with living paycheck to paycheck! Why can't I become successful?"

    You've been a part of those those types of thoughts, ain't it right?

    Your very own success story is going to happen. You need to start believing in YOURSELF.

    Learn How To Become A MILLIONAIRE Fast

    BalasHapus

Posting Komentar

Postingan populer dari blog ini

Karakteristik Kurikulum 2006/ KTSP

PENDEKATAN DALAM PENGEMBANGAN KURIKULUM

PENGEMBANGAN SILABUS